Perjalanan saya ke Dieng bisa dibilang cukup spontan dan random. Selama ini, saya sering bepergian ke berbagai tempat, tetapi belum pernah merasakan seperti apa Dieng itu. Bagaimana suasananya? Apa yang bisa dilakukan dalam waktu satu hari? Semua pertanyaan itu muncul dalam benak saya, dan tanpa banyak perencanaan, saya pun memutuskan untuk pergi.
Perjalanan dari Bandung ke Dieng
Perjalanan saya dimulai dari Bandung pada pukul 06:00 pagi dengan menggunakan sepeda motor. Jarak yang ditempuh cukup jauh, sekitar 12 jam perjalanan. Rute yang saya pilih adalah Bandung - Tasikmalaya - Banjar - Purwokerto - Sukaraja - Banjarnegara - Dieng. Perjalanan panjang ini cukup melelahkan, tetapi juga memberikan banyak pemandangan yang menarik, terutama ketika mulai memasuki daerah pegunungan.
Saat melewati Purwokerto, saya terkenang akan legitnya Getuk Goreng yang terkenal di daerah itu. Rute yang saya pilih juga membawa saya ke Sukaraja, yang sebenarnya adalah hasil rekomendasi Google Maps. Tak masalah, karena saya bisa menikmati suasana baru yang berbeda dari perjalanan biasanya.
Setelah tiba di Banjarnegara, saya cukup terkesan dengan suasana pedesaan yang sejuk. Sawah hijau membentang luas, rumah-rumah tradisional tampak asri, dan aktivitas penduduk yang sederhana memberi kesan tenang yang jarang saya temukan di kota besar. Saya sempat berhenti sejenak untuk menikmati suasana ini sebelum melanjutkan perjalanan menuju Dieng.
Namun, perjalanan dari Banjarnegara ke Dieng ternyata cukup melelahkan dan memakan waktu lebih lama dari yang saya perkirakan. Kondisi jalan yang menanjak tajam membuat saya harus meminta teman saya turun sebentar karena motor saya kesulitan menanjak. Ditambah lagi, ketika malam tiba, Dieng menjadi sangat gelap, minim penerangan, dan suhu mulai turun.
Malam di Dieng: Mencari Penginapan Dadakan
Sesampainya di Dieng, saya langsung merasakan suhu dingin yang cukup menusuk. Namun, ternyata suhu di sana saat itu hanya sekitar 17 derajat Celsius, tidak sedingin yang saya bayangkan. Meskipun demikian, udara tetap terasa segar, dan suasana di Dieng begitu khas dengan kabut tipis yang menyelimuti beberapa bagian. Hampir mirip seperti suasana di Lembang, Bandung.
Awalnya, tujuan utama saya ke Dieng adalah untuk camping. Namun, waktu sudah menunjukkan hampir pukul 22:00, dan rasanya tidak mungkin mencari spot camping serta mendirikan tenda pada saat itu. Setelah berdiskusi dengan teman, kami akhirnya memutuskan untuk mencari penginapan dadakan. Untungnya, masih ada beberapa penginapan yang tersedia, meskipun kami harus puas dengan pilihan seadanya. Penginapan ini cukup sederhana, tetapi setidaknya cukup untuk beristirahat sebelum mendaki Gunung Prau keesokan paginya.
Pagi Hari di Dieng dan Perjalanan ke Gunung Prau
Keesokan paginya, udara Dieng terasa lebih segar dengan kabut tipis yang masih menggantung dan agak sedikit gerimis halus. Suasana pagi di sana sangat menenangkan, jauh dari kebisingan kota. Saya dan teman langsung bersiap-siap untuk mendaki Gunung Prau, salah satu tujuan utama dalam perjalanan ini.
Sebelum memulai perjalanan pastikan dulu untuk membayar tiket dan check list barang-barang dan bersama siapa perginya. Di sini saya rasa tidak direkomendasikan untuk pergi sendirian walaupun pos Gunung Prau via Dieng ini cukup mudah dan bisa dilakukan secara tektok.
SATU HAL YANG TIDAK BOLEH DIBAWA SAAT KE GUNUNG PRAU ADALAH TISU BASAH. Jadi pastikan kalian tidak membawa ini.
Perjalanan mendaki Gunung Prau dimulai dengan jalur yang cukup ringan melalui pos Dieng. Jalanan menanjak dengan tanah yang licin karena embun pagi membuat perjalanan ini terasa lebih agak menantang. Namun, semua itu terbayar ketika kami mulai melihat panorama alam yang luar biasa. Pemandangan bukit-bukit hijau dan awan yang menggantung di bawah kaki benar-benar memberikan pengalaman yang tidak terlupakan.
Saat pendakian ke Gunung Prau via Dieng kalian akan melewati trek:
- Jalur Petani
- Pos 1: Gemakan
- Pos 2: Semendung
- Bukit Akar Cinta
- Pos 3: Ranger
- Batu Kayangan
- Puncak: 2,590 Mdpl
Setibanya di puncak, kami hanya bisa menikmati pemandangan dikeliling oleh awan alias "tembok" kalau bahasa anak gunungnya. Namun terkadang alam memberikan saya kesempatan melihat pemandangan awan walau hanya sekejap saja. Akan saya syukuri itu. Setidaknya saya pernah merasakan pertama kali gunung di Jawa Tengah.
Worth It atau Tidak?
Perjalanan ini memang cukup melelahkan, terutama karena saya hanya memiliki waktu satu hari di Dieng. Namun, pengalaman yang saya dapatkan benar-benar berharga. Jika ditanya apakah perjalanan ini worth it atau tidak, jawabannya tergantung pada ekspektasi dan preferensi masing-masing orang.
Jika kamu mencari perjalanan santai dengan banyak waktu untuk menikmati tempat-tempat wisata di Dieng, mungkin satu hari tidak cukup. Namun, jika kamu hanya ingin merasakan suasana Dieng dan mendaki Gunung Prau dalam waktu singkat, maka perjalanan ini bisa menjadi pengalaman yang menarik dan berkesan.
Jika saya kembali ke Dieng, saya akan merencanakan perjalanan yang lebih panjang agar bisa menikmati lebih banyak tempat seperti Telaga Warna, Kawah Sikidang, dan Candi Arjuna. Namun, untuk perjalanan spontan kali ini, saya tetap merasa puas dengan pengalaman yang saya dapatkan.
Bagaimana menurutmu? Apakah kamu tertarik melakukan perjalanan singkat seperti ini ke Dieng dan Gunung Prau?
ENGLISH
My trip to Dieng was quite spontaneous and random. I love traveling to different places, but I had never been to Dieng before. What’s the atmosphere like? What can you do in just one day? These questions popped into my mind, and without much planning, I decided to go.
Journey from Bandung to Dieng
I started my trip from Bandung at 6:00 AM by my motorcycle. The distance was quite far around 12 hours of riding. My route was: Bandung - Tasikmalaya - Banjar - Purwokerto - Sukaraja - Banjarnegara - Dieng. The long journey was exhausting, but the beautiful mountain views made it worth it.
Passing through Purwokerto reminded me of the famous Getuk Goreng, a delicious traditional snack. I also went through Sukaraja, which was actually a route suggested by Google Maps. But I didn’t mind since it gave me a chance to explore new scenery.
When I arrived in Banjarnegara, I was impressed by the peaceful village atmosphere. The green rice fields, traditional houses, and simple daily life of the locals felt refreshing something you don’t often experience in big cities. I took a short break to enjoy the view before continuing to Dieng.
However, the road from Banjarnegara to Dieng was more challenging than I expected. The steep uphill roads were tough, and at one point, I even had to ask my friend to get off the bike because my motorcycle struggled to climb. As night fell, Dieng became extremely dark with very little lighting, and the temperature started to drop.
Night in Dieng: Finding a Last-Minute Stay
Upon arriving in Dieng, I immediately felt the cold air. However, the temperature was only around 17°C, not as cold as I had imagined. Still, the fresh air and thin mist covering the area created a unique atmosphere similar to Lembang in Bandung.
My original plan was to camp in Dieng, but by the time we arrived, it was already almost 10:00 PM. Setting up a tent at that hour seemed impossible. So, after discussing with my friend, we decided to find a last minute guesthouse. Luckily, we managed to find one, though the choices were quite limited. The place was simple but good enough for resting before our hike to Mount Prau next morning.
Morning in Dieng and the Hike to Mount Prau
The next morning, the air was fresh with a light mist still hanging in the air. It was peaceful far from the noise of the city. My friend and I quickly prepared for the hike to Mount Prau, one of the main highlights of this trip.
Before starting the hike, make sure to pay the entrance fee, check your gear, and go with a group—I wouldn’t recommend going alone, even though the Dieng route is relatively easy and can be done in a day hike (a.k.a "tektok" hike).
One important rule: Do NOT bring wet tissues to Mount Prau, as they are prohibited.
The hike began through Dieng’s trekking route, which was relatively easy at first. However, the damp soil and morning dew made the path a bit slippery, adding a little challenge. Still, it was all worth it as we started seeing breathtaking landscapes. Rolling green hills and clouds floating below us, it was an unforgettable experience.
The hiking route via Dieng includes:
- Farmland Trail
- Pos 1: Gemakan
- Pos 2: Semendung
- Bukit Akar Cinta (Love Root Hill)
- Pos 3: Ranger
- Batu Kayangan (Kayangan Rock)
- Summit: 2,590 meters above sea level
When we reached the top, we were completely surrounded by clouds—hikers call this "the wall". Occasionally, the clouds would part for just a few seconds, revealing a stunning view. I felt grateful for even that brief glimpse. This was my first mountain hike in Central Java, and it was a special experience.
Was It Worth It?
This trip was physically tiring, especially since I only had one day in Dieng. But the experience was absolutely worth it.
If you want a relaxed trip to explore Dieng’s tourist spots, one day might not be enough. But if you’re looking for a short adventure to experience Dieng’s atmosphere and hike Mount Prau, this kind of trip can be exciting and memorable.
If I visit Dieng again, I would plan a longer trip to explore places like Telaga Warna (Color Lake), Kawah Sikidang (Sikidang Crater), and Candi Arjuna (Arjuna Temple). But for this spontaneous trip, I was still very satisfied with the experience.
What about you?
Would you be interested in doing a short adventure like this to Dieng and Mount Prau?
0 Comments