![]() |
Sumber: Dokumen Pribadi |
Malam itu aku beranjak dari rumah untuk menyusul kereta yang akan membawaku pergi. Malam itu hujan disertai angin dingin yang bertiup. Tapi langkahku tidak terhenti. Hari yang telah ditetapkan ini adalah hari yang kutunggu. Dalam hati aku berkata "di sinilah aku memulai cerita selanjutnya". Aku tiba di stasiun untuk menginjakkan kaki di mana sebuah daerah yang budayanya sangat kental.
Keretaku datang, suara gemuruh lokomotif tiba dan akhirnya terhenti dengan sempurna. Aku menaiki kereta dengan suara koper "dug dug" aku mencari tempat duduku. Setelah kutemukan akhirnya aku duduk. Rasa dingin kursi kosong masih terasa. Entah kenapa setiap kali dalam perjalanan malam seakan-akan jendela ini menjadi sebuah proyeksi dengan lampu-lampu yang bergerak. Kepalaku penuh dengan pikiran yang tak selesai. Tujuanku sederhana: Yogyakarta. Rasanya seperti pulang. Perjalananku bukan seperti biasanya. Di sana aku akan menyaksikan kecantikan dan kemegahan budaya Jawa dari Keraton Yogyakarta. Rasanya tak sabar.
Perjalanan malam ini membuatku mengeluarkan secarik kertas. Menuliskan segala pikiranku. Rasanya sudah sering aku pulang tapi entah mengapa selalu ada rasa rindu. Waktu sudah menunujukkan pukul 23:00, di dalam kereta rasanya mulai hening, semua penumpang terlelap, tinggal aku dan pena dengan proyeksi gemerlap lampu ketika kereta ini melaju. Aku melihat keluar jendela mata tertuju dengan pemandangan, tapi pikiranku entah berada di mana. Aku terus membayangkan ketika aku sampai tujuan.
Tak terasa keretaku melaju sudah lama, aku sempat tertidur. Dan aku melihat ke jendela oh ternyata sang surya sudah mulai menerangi cahaya. Halo selamat pagi sang surya! ucapku pada matahari di pagi hari. Kereta dari yang awalnya hening menjadi ramai kembali dengan obrolan penumpang. Tak terlepas dengan pramugari yang lewat menawarkan sarapan dengan penuh senyum pada kami. Keretaku sudah menginjakkan kaki di daerah istimewa ini, rasanya tak sabar! aku ingin segera tiba.
Ku lihat kabut masih menyelimuti di area pesawahan Kulon Progo. Rasanya tenang sekali seolah-olah dunia melambat untuk memberiku ruang bernapas.
Akhirnya, suara speaker yang serak mengumumkan: "Stasiun....Lempuyangan".
Aku turun, melangkah ke peron kecil yang ramai dengan penumpang. Di sana, rasanya seperti ada dentingan suara trompong memanggil dari dalam pikiran. Perjalanan ini mungkin akan singkat, namun setiap langkahnya meninggalkan jejak.
Aku keluar dari stasiun dan mendengar banyaknya para tukang becak mengajakku untuk menaikki becaknya. Tapi aku akan memulai perjalanan ini dengan langkah kakiku di Kota Yogyakarta.
Langkah demi langkah, aku tiba di Malioboro. Di sini orang-orang bergembira. Ada yang berfoto, ada yang berburu makanan dan ada juga yang duduk santai sembari menikmati kota. Aku terus melangkah hingga akhirnya aku tiba di depan istana sultan yakni Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Aku melangkah masuk ke sana.
Aku masuk. Seketika langkahku terhenti! Padahal waktu di stasiun aku hanya mendengar suara gamelan hanya dari dalam pikiran. Namun sekarang aku benar-benar mendengarnya masuk ke telinga. Seperti medan magnet kuat! Aku melihat di ruang pagelaran dan benar, mereka sedang menari dengan anggun dan gagah khas gerakan tarian Jawa. Aku menghetikan langkah dan duduk dengan baik menyaksikannya. Rasanya seperti aku melihat bagaimana hidup di ruang lingkup Jawa yang sesungguhnya. Aku terpukau dengan segala gerakan tarinya, seolah-olah aku diberikan sambutan setelah tiba di Yogyakarta. Inilah yang aku inginkan ketika kembali ke Yogyakarta, semua budaya bisa aku nikmati dengan tenang.
Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Mencari Budaya di Kota Istimewa", Klik untuk baca:
Kreator: Farizandi HadiPrasetyo
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Tulis opini Anda seputar isu terkini di Kompasiana.com
0 Comments