Selamat datang sobat budaya! 👋
Jika kamu pecinta budaya dan tradisi Nusantara, kamu pasti akan tertarik dengan Tingalan Dalem Jumenengan Keraton Surakarta. Acara ini bukan sekadar peringatan penobatan raja, tetapi juga warisan budaya yang sarat makna. Tahun ini, saya berkesempatan menyaksikan langsung Kirab Agung, prosesi sakral yang masih lestari di Keraton Surakarta.
Sumber: Dokumentasi Pribadi |
Apa saja yang menarik dari upacara-upacaraini? Bagaimana suasana dan maknanya bagi masyarakat? Yuk, simak kisah lengkapnya di bawah ini!
Tingalan Dalem Jumenengan adalah salah satu penerapan adat dan istiadat kerajaan Jawa yang dinilai paling sakral dan bermakna penting. Ritual adat ini diadakan untuk memperingati hari ulang tahun kenaikan tahta raja, sesuai dengan arti istilang Tingalan Dalem Jumenengan itu sendiri. Dalam bahasa Jawa, kata Tingalan berarti "peringatan", kata Dalem merujuk pada panggilan kehormaan untuk seorang raja Jawa, dan jumenengan berasal dari kata jumeneng yang berarti "bertahta". Upacara adat Tingalan Dalem Jumenengan merupakan salah satu ritual yang wajib dilaksanakan di kerajaan-kerajaan yang masih mempunyai garis darah dengan Kesultanan Mataram Islam. Akan tetapi, pelaksanaannya harus memenuhi dan mengikuti apa yang sudah digariskan oleh Dinasti Mataram sejak zaman dahulu.
Sebagai ritual kerajaa yang dianggap paling sakral, dalam upacara Tingalan Dalem Jumenengan ditampilkan Tari Bedhaya Ketawang, salah satu jenis tarian Jawa klasik yang hanya ditampilkan dalam acara Tingalan Dalem Jumenengan saja.
Tari Bedhaya Ketawang yang mengandung suci dan sakral ini ditarikan oleh 9 orang gadis remaja ang belum menikah. Para penari biasanya berasal dari keluarga istana, akan tetapi bisa juga dari kalangan umum yang memenuhi syarat yang sudah ditentukan.
Tarian ini dianggap misterius karena diyakini memuat manifestasi hubungan batin antara Raja Surakarta dengan Kanjeng Ratu Kidul yang berkuasa di Laut Kidul atau samudera yang terletak di selatan pulau Jawa. Banyak orang meyakini bahwa jumlah penari Tari Bedhaya Ketawang sebenarnya bukan hanya 9 orang, melainkan 10 orang, di mana seorang lagi itu dipercaya menari secara gaib. Gamelan yang mengiringi Tari Bedhaya Ketawang yang bernama Kyai Kaduk Manirenggo. Tari Bedhaya Ketawang ditampilkan di Pendopo Agung Sasanasewaka setelah prosesi Tingalan Dalem Jumenengan selesai dilaksanakan.
![]() |
Sejumlah penari membawakan tari Bedaya Ketawang saat Tingalan Dalem Jumenengan Sinuhun Pakoe Boewono XIII ke-21 digelar di Keraton Kasunanan Surakarta, Sabtu, (25/01/2025). Ando (Dari joglosemarnews.com) |
Akan tetapi sayangnya saya tidak dapat menyaksikan bagaimana penampilan Tari Bedhaya Ketawang yang dilaksanakan selesai setelah prosesi Tingalan Dalem Jumenengan. Tapi untungnya saya dapat melihat bagaimana prosesi Kirab Agung di mana prosesi Kirab Agung dilaksanakan dengan sangat meriah, di mana Sri Susuhunan Paku Buwono XIII melakukan Kirab mengelilingi kompleks keraton kesultanan Surakarta.
Saat Kirab Agung dimulai suasana keraton begitu meriah, banyak masyarakat berkumpul di sepanjang rute kirab untuk menyaksikan langsung prosesi sakral ini. Saya bisa merasakan bagaimana bagaimana kebesaran tradisi yang masih terjaga ini.
Sumber: Dokumentasi Pribadi |
Bagi saya bisa menyaksikan secara langsung acara Kirab Agung ini adalah pengalaman yang luar biasa. Saya juga terkesan bagaimana upacara ini bukan sekadar acara seremonial, tetapi juga bagian dari identitas budaya yang diwariskan secara turun-temurun.
Melihat para abdi dalem dengan pakaian tradisional, prajurit keraton yang berbaris rapi, serta Sri Susuhunan yang memimpin kirab, saya semakin memahami bahwa adat dan tradisi masih hidup dan dihormati di tengah modernisasi.
Sumber: Dokumentasi Pribadi |
Meskipun saya tidak sempat menyaksikan Tari Bedhaya Ketawang, saya tetap merasa beruntung bisa melihat langsung prosesi kirab yang begitu sakral. Momen ini membuat saya semakin menghargai kekayaan budaya Nusantara dan menyadari betapa pentingnya melestarikan warisan leluhur agar tetap dikenal oleh generasi mendatang.
Sumber
Penelitian oleh Suyanto dan Prihartanto (2010) mengungkap bahwa event budaya seperti Tingalan Dalem Jumenengan dapat meningkatkan daya tarik wisata Kota Solo.
0 Comments